Indah Pada Waktunya

 

“Nis..nisma…” Mama menggoyang-goyangkan tubuh Nisma.

Nisma tetap bergeming.

“Nisma, ini udah siang, loh! Kamu ga takut telat ke sekolah, Nak?” Mama masih berusaha membangunkan putri semata wayangnya itu dengan menepuk-nepuk kakinya.
Nisma langsung berbalik ke arah Mamanya dengan mata yang cuma terbuka setengah. “Hmmm…” gumamnya pelan sambil melirik jam weker yang bertengger di samping tempat tidurnya. Sudah jam setengah tujuh pagi.
Tapi bukannya bangun, dia malah memeluk gulingnya. Matanya pun ikut terpejam lagi.

“Loh, Nisma.. Bangun, dong!” Mama kembali mengguncang-guncangkan tubuh  Nisma dan adiknyKaren adiknya yang sedang menangis.

“Mama nih gimana, sih? Semalem kan aku udah bilang kalo anak kelas sepuluh tuh lagi ujian. Jadi aku libur..” gerutu Nisma sambil membelakangi Mamanya.

“Oh, ya udah kalo gitu. Kamu lanjutin aja tidurnya,” Mama pun bangkit dari tempat tidur dan melangkah ke luar kamar.

Nisma langsung menarik selimut dari kakinya seraya menggerutu tidak jelas. Ia memang paling benci kalo tidurnya diganggu. Apalagi pas hari libur kayak sekarang.

Belum puas menggerutu, sekarang ia malah berguling-guling di atas tempat tidurnya. Mencari posisi yang nyaman untuk bisa melanjutkan tidur. Tapi tidak berhasil.

Akhirnya, ia memilih meraba-raba meja di samping tempat tidurnya. Mencari hape yang dari semalam dibiarkan dalam silent mode. Setelah mendapatkan benda berwarna putih itu, ia pun menatap layarnya. Ada tulisan ‘1 new message’.

Nisma segera membacanya.

Udah tidur ya, Nis?
Juan.
 
Mata Nisma yang tadinya sangat berat untuk terbuka, spontan melotot. WHAT? KAK Juan? Semalem Kak Juan nge-sms aku?

Baru berniat mengetik balasannya, jempol Karen kontan berhenti. Menyadari pulsanya yang sudah tidak “mencukupi”. Akhirnya, ia pun pasrah dengan kembali meletakkan hapenya ke meja. Lalu tidur lagi.

***

“Itu Kak Juan, kan?” seru Ira. Membuat Nisma langsung menoleh. Kemudian mendapati sosok cowok yang dimaksud Ira itu di tengah-tengah beberapa anak kelas dua belas yang lain.

“Ga usah pake ngiler gitu, kali! Hahaha…” sambung Ira sambil mengusap bibir Nisma yang sebenarnya ga ada apa-apa.

Nisma sontak menatapnya. Sewot. Lalu kembali mengamati sekumpulan cowok yang lagi asik ngobrol di parkiran sekolah mereka itu.

Juan adalah senior Nisma. Dia kelas XII IPS 1. Gak cakep sih, tapi manisnya minta ampun! Keren, cool, dan rada cuek. Bikin Karen tergila-gila sama cowok itu dari setahun yang lalu, waktu dia masih kelas sepuluh.

Pas lagi jalan ke gerbang, tiba-tiba…


 
“Hai, Nis..” sapa sebuah suara tepat di sebelah cewek imut itu.

Nisma kontan menoleh. Lalu mendapati Juan di sampingnya. Sedangkan Ira sudah menghilang. Gak tau kemana dan sejak kapan.

Nisma pun memamerkan senyum manisnya.

“Pulang sendirian aja?” tanya Juan dari atas motor hitam miliknya.

Nisma cuma mengangguk.

“Pulang bareng aku aja, yuk! Mau, gak?” tawar Juan. Ia menyodorkan sebuah helm besar ke depan wajah Nisma.

Nisma menatap helm itu sejenak. Kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Juan. “Nggak udah, Kak. Makasih. Aku ga mau ngerepotin..”

“Ga pa-pa, kok. Nih…” balas Juan sambil menggerak-gerakkan helm yang sedari tadi ada di genggamannya itu.

Nisma pun meraih helm tersebut.

“Oh, iya,” cowok itu melepaskan jaket abu-abu yang melekat di tubuhnya. “Kayaknya mau hujan. Kamu pake ini, ya!” lanjutnya seraya menyerahkan jaket tersebut pada Nisma .

“Loh, kok aku? Kalo ntar Kakak yang basah, gimana?” heran Nisma.

“Ga pa-pa. Udah biasa. Ayo, naik..” ujar Juan sambil menstater motornya.

Nisma cuma mengangguk. Ia memakai jaket pemberian Juan. Lalu naik ke atas motor cowok itu.

“Udah?” tanya Juan.

“Udah kak,” balas Nisma.

Juan pun melajukan motornya.

Nisma mengulum senyum di belakang. Kemudian memejamkan matanya dan menghela nafas panjang. Hmmm… Jaketnya Kak Juan wangi banget, deh! batinnya.

Dan saat membuka mata, bukan pemandangan jalan raya yang dilihatnya. Jaket abu-abu milik Juan juga sudah tidak melekat di tubuhnya. Berganti menjadi piama berwarna pink yang dipakainya dari semalam.

Sial, ternyata cuma mimpi, kesal Nisma dalam hati.

***

“Ngapain sih kau ? Dari tadi mondar-mandir mulu. Kayak setrikaan aja, deh. Pusing aku lihatnya !” cerocos Widya.

Nisma menoleh dan menatap kedua temannya yang lagi asik ngobrol di teras rumah Ira. Mereka baru saja selesai belajar bareng beberapa menit yang lalu.

“Lagi nunggu jemputan,” balas Nisma singkat. Kemudian kembali celingak-celinguk di depan rumah Ira.
“Emangnya dijemput sama siapa, sih?” tanya Widya.

“Ada, deh.. Ntar juga  tau, kok,” jawab Nisma. Sok misterius.

Beberapa saat kemudian, sebuah motor hitam berhenti tepat di depan pagar rumah Ira. Di atasnya, seorang cowok berjaket merah dengan helm besar yang juga berwarna merah terlihat menoleh dan melongok ke dalam rumah Ira.

“Itu dia!” seru Nisma spontan.

Ira dan Widya pun sontak berdiri dan berjalan mendekati Nisma. Lalu makin mencondongkan kepalanya ke arah pagar rumah Ira itu.

“Itu… Kok kayak Kak Juan, ya?” tanya Widya. Mencoba menebak.

“Iya,  aku yakin banget. Itu pasti Kak Juan, kan? Liat aja gayanya! Kak Juan banget deh pokoknya,” Ira yang menjawab. Semangat.

Nisma cuma tersenyum membalasnya. “ Aku balik ya we, ! Kasian dia kalo kelamaan nunggu. Byeee!”

“Dadah,  Nis…” sorak Widya

“Hati-hati di jalan, ya!” teriak Ira.

Nisma mengangguk dan melambaikan tangannya sambil berjalan menjauhi kediaman Ira. Menghampiri Juan yang sudah menunggunya di luar sana.

Juan menyerahkan sebuah helm ke genggaman Nisma saat cewek itu sudah berdiri di depannya. Nisma meraihnya sambil tersenyum. Salah tingkah.

Setelah memakai helm tersebut,  lalu naik ke atas motor Juan.

“Udah?” tanya Juan.

“Udah kam,” balas Nisma. Kayak dejavu, deh! lanjutnya dalam hati.

Juan kemudian melajukan motornya meninggalkan rumah Ira.
Di belakang Juan,  Nisma menepuk-nepuk pipinya. Duh, sakit! Ternyata ini bukan mimpi lagi. Ya ampuuun, mimpiku tadi pagi jadi kenyataan. Makasih, ya Tuhan… lalu membekap mulutnya sendiri. Berusaha sekuat tenaga agar ia tidak berteriak histeris saking gembiranya.

Tiba-tiba, mata Nisma menangkap pandangan Juan yang lagi mengamatinya dari spion kiri motor cowok tersebut. Oh, my God! Kak Juan ngapain, nih? Jangan-jangan dari tadi dia ngeliatin aku, lagi! Grrr… Sial! Tadi aku ngapain aja, sih? Kayaknya aku geregetan banget, ya? Wuaaahhhhh… Malunya!!! cerocos Nisma dalam hati.

“Kamu kenapa, sih? Nervous gara-gara deketan sama aku, yaaa?” goda Juan.

Nisma cuma bisa buang muka. Pura-pura ga peduli. Saking saltingnya.

***

Nisma melangkah memasuki kelasnya di XI IPA 1 sambil menebar senyum kemana-mana. Dari guru-guru, anak kelas sepuluh, sebelas, dua belas, satpam, sampe penjaga sekolah Pak Kowilen  sudah kebagian senyum manisnya dari tadi.

Baru menaruh tasnya di meja, Ira sudah langsung menduduki kursi miliknya. Membuat Nisma pasrah berdiri di samping mejanya seraya mengamati Ira.

Gak lama kemudian, muncul lagi sosok Widya yang segera duduk di sebelah Ira

“Kenapa semalem  ga ngebales WA ku?” tanya Ira langsung.

“Iya! Aku juga!” sambung Widya

Nisma menghela nafas panjang. Udah aku duga bakal diinterogasi… “Pas nyampe di rumah, aku ngerjain PR B. Indo. Trus tidur, deh. Ngantuk banget soalnya,”.

“Tapi kok kau tega kali buat kita penasaran semalaman?” gerutu Widya.

“Iya, aku nungguin WA mu sampe jam satu pagi, tau gak!” kesal Ira sambil mengacungkan jari telunjuknya ke depan wajah Nisma.

“Sorry, deh..” ucap Nisma akhirnya. “Minggir, dong! Aku capek berdiri, nih..” lanjutnya sembari menarik tangan Ira untuk menyingkir dari bangkunya.

Ira menurut. Ia pun berdiri dan pindah ke bangkunya sendiri yang terletak tepat di depan meja Nisma. Lalu duduk menghadap ke belakang. Masih menanti cerita sahabatnya itu.

“Oke. Sekarang jawab pertanyaanku semalam. Kau ngapain aja sama Kak Juan hah?” tanya Ira.  Mulai menginterogasi.

“Ngobrol,” jawab Nisma singkat, padat, dan jelas.

“Ngobrol dimana?” Widya ikut bertanya.

“Ya di atas motor, laaah..”

“Di motor doang? Emangnya kau ga mampir kemana-mana dulu?” seru Ira.

Nisma menggeleng. “Enggak.”

“Kok enggak?” Widya keliatan ga puas sama jawaban-jawaban Karen sedari tadi.

“Kau pikir aku sama Kak Juan mau kemana? Udah jam sepuluh malam, tau! Mamakku  aja udah nelpon terus.”

“Ih, ga romantis banget..” cibir Widya 

“Yeee, aku malah salut, tau! Itu artinya dia cowok yang baik. Karna udah malam, jadi dia langsung nganterin Cinderella-nya ini pulang ke rumah, deh. Iya, kan?” cerita Nisma, Bangga.

Ira dan Widya manggut-manggut. “Iya juga, sih..”

“Trus, kalian ngobrolin apa aja?” tanya Ira lagi.

“Banyak deh pokoknya. Aku nyeritainnya pas istirahat aja, ya! Udah mau bel, tuh..” jawab Nisma sambil menunjuk jam dinding di kelas mereka.

“Hmmm iya, deh..” balas Widya .Pasrah. “Eh, tapi dia udah nembak , belum?” lanjutnya antusias.

Nisma memandangi kedua sahabatnya itu bergantian. Lalu tersenyum. “Belum..”

Dahi Ira dan Widya sontak berkerut. “BELUM?” tanya mereka. Kompak.

Nisma mengangguk kuat-kuat. “Iya, belum!”

“Kok belum? Kalian kan udah deket lamaaaa banget. Kirain semalam  dia mau jemput kau karna mau ngomongin masalah itu,” cerocos Ira.

Widya manggut-manggut menyetujui ucapan Ira barusan.

Nisma kembali tersenyum. “Sabar aja, deh. Dulu juga aku mulai deket sama dia dari telfonan. Trus saling sapa di sekolah, sampe akhirnya bisa jalan bareng kayak semalam, kan? Semuanya butuh proses sih menurutku.”

Nisma berhenti sejenak. Lalu menghela nafas panjang. Kemudian tersenyum lebih lebar dari sebelumnya. Dan melanjutkan, “Semuanya juga butuh waktu. Dan aku yakin, kalo semua itu pasti bakal indah pada waktunya…”

Iya .... Iya ... Deh.....!!!! 
Mereka bertiga tersenyum dan berharap semua bakal indah pada waktunya....
..............
Bersambung______

Komentar

Postingan Populer