Beli Masker
DUA PEREMPUAN SEDANG BERADA DALAM
SATU KAMAR INDEKOS. IRA SEDANG BERSIAP UNTUK PERGI BELANJA KEBUTUHAN BULANAN,
SEDANGKAN WIDYA MASIH MENGERJAKAN TUGAS SEKOLAH DARING.
Ira: “Aku mau belanja sayur, kamu
selesai sampai jam berapa?”
Widya: “Hari ini ada tiga tugas,
paling baru selesai sore. Kamu gak ada kelas daring?” Ira: “Gak ada, tugas
doang. Nanti habis ini aku kerjain. Kamu mau nitip-nitip gak?”
Widya: “Nitip masker dong. Yang
warna putih. Beli satu pak ya. Bentar, ini uangnya. Kembaliannya buat beli
pecal aja nanti kita makan berdua.”
IRA MEMBAWA TAS, MEMAKAI JAKET DAN
MASKER, LALU KELUAR DARI PANGGUNG. SEMENTARA WIDYA TETAP DI PANGGUNG. LAMPU
MATI. LAMPU MENYALA, IRA DATANG.
Ira: “Syalom!”
Widya: “! Kok cepet?” Ira: “Ya iya,
kan cuma beli sayur di warung gang sebelah.”
Widya: “Lah ke situ doang sampai
pakai baju ribet. Pakai jaket, pakai masker.”
Ira: “Widyaaa… ini kan lagi pandemi.
Kita harus jaga-jaga dong. Meski cuma keluar rumah deket-deket aja, kita tetep
harus waspada.”
Widya: “Iya… iyaaa… Mana sini pecalnya
aku pengen ngemil.”
Ira: “Sepanjang jalan gak nemu
tukang pecalnya. Pedagang-pedagang kaki lima lainnya juga gak ada. Yang buka
cuma toko kelontong, tukang sayur, sama supermarket.”
Widya: “Yaaah… aku pengen banget
pecal. Ke mana sih tukang pecalnya. Gak pengen duit apa?”
Ira: “Mungkin dia lagi kesusahan.
Sejak Covid-19 kan orang-orang diminta karantina di rumah. Sementara dia
kehilangan pelanggan, mencari nafkah tambahan susah.”
Widya: “Duh iya ya. Kasihan Pak
pecal. Semoga dia dan keluarganya baik-baik aja. Kita juga karena Covid-19 jadi
terpaksa di kosan terus. Gak bisa pulang kampung karena rawan jadi penyebar
virus. Siapa sih yang gak susah karena virus? Gak ada!”
Ira: “Lah kok jadi ngegas gitu?
Haduuuh. Ini maskermu!”
IRA MELEMPARKAN SEKOTAK MASKER PADA
WIDYA. WIDYA MEMBOLAK-BALIK KOTAK ITU. KEMUDIAN MEMBUKA ISINYA.
Widya: “Ira!!! Ini kan masker bengkoang
buat perawatan wajah. Yang aku maksud itu masker yang buat cegah virus. Yang
buat nutupin hidung dan mulut! Yang biasa dipakai dokter-dokter gitu. Masa
nanti aku keluar rumah pakai ini?”
Ira: “Yah gimana dong?”
Widya: “Balikin ke toko bisa gak
ya?”
Ira: “Udah kamu buka begitu, ya gak
bisa. Lagian kita kan udah punya banyak masker, Wid.” Widya: “Itu kan masker
kain. Bosen aku sama masker modelnya gitu-gitu aja. Pengen coba yang sekali
pakai. Kalau yang biasa dipakai dokter pasti lebih nyaman daripada masker yang
habis pakai-cuci-pakai-cuci.”
Ira: “Masker medis itu ya buat
tenaga medis, atau orang yang sakit. Kita yang di rumah, cukup pakai masker
kain. Selain hemat, kita juga bisa membantu tenaga medis dengan tidak
menghabiskan ketersediaan masker. Bayangin kalau tenaga medis kekurangan
masker, terus ternyata habis dibeli sama orang-orang, pas mau nangani pasien,
malah mati duluan kena korona. Ngeri gak tuh?”
Widya: “Iya juga sih. Tapi masa
pemerintah gak ngasih bantuan masker sih ke tenaga medis?” Ira: “Ya kali nunggu
pemerintah keburu mati duluan satu Indonesia.”
Widya: “Hus! Gak boleh gitu.” Ira:
“Daripada capek debat, mending kita maskeran bareng aja. Lumayan bisa perawatan
selama karantina. Nanti kelar pandemi, kita glowing gitu.”
Widya: “Dasar! Bisa ae lu. Pasti ini
sengaja belinya salah.”
IRA MENJULURKAN LIDAHNYA. MEREKA
TERTAWA BERSAMA. LAMPU PANGGUNG MATI.
Beli Masker
DUA PEREMPUAN SEDANG BERADA DALAM SATU KAMAR INDEKOS. IRA SEDANG BERSIAP
UNTUK PERGI BELANJA KEBUTUHAN BULANAN, SEDANGKAN WIDYA MASIH
MENGERJAKAN TUGAS KULIAH DARING.
Ira: “Aku mau belanja sayur, kamu kuliah sampai jam berapa?”
Widya: “Hari ini ada tiga mata kuliah, paling baru selesai sore. Kamu
gak ada kelas daring?”
Ira: “Gak ada, tugas doang. Nanti habis ini aku kerjain. Kamu mau
nitip-nitip gak?”
Widya: “Nitip masker dong. Yang warna putih. Beli satu pak ya. Bentar,
ini uangnya. Kembaliannya buat beli cimol aja nanti kita makan berdua.”
IRA MEMBAWA TAS, MEMAKAI JAKET DAN MASKER, LALU KELUAR DARI PANGGUNG.
SEMENTARA WIDYA TETAP DI PANGGUNG. LAMPU MATI.
LAMPU MENYALA, IRA DATANG.
Ira: “Assalammu'alaikum!”
Widya: “Walaikumsalam! Kok cepet?”
Ira: “Ya iya, kan cuma beli sayur di warung gang sebelah.”
Widya: “Lah ke situ doang sampai pakai baju ribet. Pakai jaket, pakai
masker.”
Ira: “Widyaaa… ini kan lagi pandemi. Kita harus jaga-jaga dong. Meski
cuma keluar rumah deket-deket aja, kita tetep kudu waspada.”
Widya: “Iya… iyaaa… Mana sini cimolnya aku pengen ngemil.”
Ira: “Sepanjang jalan gak nemu tukang cimol. Pedagang-pedagang kaki lima
lainnya juga gak ada. Yang buka cuma toko kelontong, tukang sayur, sama
supermarket.”
Widya: “Yaaah… aku pengen banget cimol. Ke mana sih tukang cimolnya. Gak
pengen duit apa?”
Ira: “Mungkin dia lagi kesusahan. Sejak Covid-19 kan orang-orang diminta
karantina di rumah. Sementara dia kehilangan pelanggan, mencari nafkah
tambahan susah.”
Widya: “Duh iya ya. Kasihan Pak Cimol. Semoga dia dan keluarganya
baik-baik aja. Kita juga karena Covid-19 jadi terpaksa di kosan terus.
Gak bisa pulang kampung karena rawan jadi penyebar virus. Siapa sih yang
gak susah karena virus? Gak ada!”
Ira: “Lah kok jadi ngegas gitu? Haduuuh. Ini maskermu!”
IRA MELEMPARKAN SEKOTAK MASKER PADA WIDYA. WIDYA MEMBOLAK-BALIK KOTAK
ITU. KEMUDIAN MEMBUKA ISINYA.
Widya: “Ira!!! Ini kan masker bengkoang buat perawatan wajah. Yang aku
maksud itu masker yang buat cegah virus. Yang buat nutupin hidung dan
mulut! Yang biasa dipakai dokter-dokter gitu. Masa nanti aku keluar
rumah pakai ini?”
Ira: “Yah gimana dong?”
Widya: “Balikin ke toko bisa gak ya?”
Ira: “Udah kamu buka begitu, ya gak bisa. Lagian kita kan udah punya
banyak masker, Wid.”
Widya: “Itu kan masker kain. Bosen aku sama masker modelnya gitu-gitu
aja. Pengen coba yang sekali pakai. Kalau yang biasa dipakai dokter
pasti lebih nyaman daripada masker yang habis pakai-cuci-pakai-cuci.”
Ira: “Masker medis itu ya buat tenaga medis, atau orang yang sakit. Kita
yang di rumah, cukup pakai masker kain. Selain hemat, kita juga bisa
membantu tenaga medis dengan tidak menghabiskan ketersediaan masker.
Bayangin kalau tenaga medis kekurangan masker, terus ternyata habis
dibeli sama orang-orang, pas mau nangani pasien, malah mati duluan kena
korona. Ngeri gak tuh?”
Widya: “Iya juga sih. Tapi masa pemerintah gak ngasih bantuan masker sih
ke tenaga medis?”
Ira: “Ya kali nunggu pemerintah keburu mati duluan satu Indonesia.”
Widya: “Hus! Gak boleh gitu.”
Ira: “Daripada capek debat, mending kita maskeran bareng aja. Lumayan
bisa perawatan selama karantina. Nanti kelar pandemi, kita glowing
gitu.”
Widya: “Dasar! Bisa ae lu. Pasti ini sengaja belinya salah.”
IRA MENJULURKAN LIDAHNYA. MEREKA TERTAWA BERSAMA. LAMPU PANGGUNG MATI.
Artikel ini telah tayang di
Kompas.com dengan judul "Contoh Teks Drama tentang Covid-19", Klik untuk baca:
https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/18/200000369/contoh-teks-drama-tentang-covid-19?page=all.
Penulis : Rosy Dewi Arianti Saptoyo
Editor : Arum Sutrisni Putri
Download aplikasi
Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android:
https://bit.ly/3g85pkAiOS:
https://apple.co/3hXWJ0LBeli Masker
DUA PEREMPUAN SEDANG BERADA DALAM SATU KAMAR INDEKOS. IRA SEDANG BERSIAP
UNTUK PERGI BELANJA KEBUTUHAN BULANAN, SEDANGKAN WIDYA MASIH
MENGERJAKAN TUGAS KULIAH DARING.
Ira: “Aku mau belanja sayur, kamu kuliah sampai jam berapa?”
Widya: “Hari ini ada tiga mata kuliah, paling baru selesai sore. Kamu
gak ada kelas daring?”
Ira: “Gak ada, tugas doang. Nanti habis ini aku kerjain. Kamu mau
nitip-nitip gak?”
Widya: “Nitip masker dong. Yang warna putih. Beli satu pak ya. Bentar,
ini uangnya. Kembaliannya buat beli cimol aja nanti kita makan berdua.”
IRA MEMBAWA TAS, MEMAKAI JAKET DAN MASKER, LALU KELUAR DARI PANGGUNG.
SEMENTARA WIDYA TETAP DI PANGGUNG. LAMPU MATI.
LAMPU MENYALA, IRA DATANG.
Ira: “Assalammu'alaikum!”
Widya: “Walaikumsalam! Kok cepet?”
Ira: “Ya iya, kan cuma beli sayur di warung gang sebelah.”
Widya: “Lah ke situ doang sampai pakai baju ribet. Pakai jaket, pakai
masker.”
Ira: “Widyaaa… ini kan lagi pandemi. Kita harus jaga-jaga dong. Meski
cuma keluar rumah deket-deket aja, kita tetep kudu waspada.”
Widya: “Iya… iyaaa… Mana sini cimolnya aku pengen ngemil.”
Ira: “Sepanjang jalan gak nemu tukang cimol. Pedagang-pedagang kaki lima
lainnya juga gak ada. Yang buka cuma toko kelontong, tukang sayur, sama
supermarket.”
Widya: “Yaaah… aku pengen banget cimol. Ke mana sih tukang cimolnya. Gak
pengen duit apa?”
Ira: “Mungkin dia lagi kesusahan. Sejak Covid-19 kan orang-orang diminta
karantina di rumah. Sementara dia kehilangan pelanggan, mencari nafkah
tambahan susah.”
Widya: “Duh iya ya. Kasihan Pak Cimol. Semoga dia dan keluarganya
baik-baik aja. Kita juga karena Covid-19 jadi terpaksa di kosan terus.
Gak bisa pulang kampung karena rawan jadi penyebar virus. Siapa sih yang
gak susah karena virus? Gak ada!”
Ira: “Lah kok jadi ngegas gitu? Haduuuh. Ini maskermu!”
IRA MELEMPARKAN SEKOTAK MASKER PADA WIDYA. WIDYA MEMBOLAK-BALIK KOTAK
ITU. KEMUDIAN MEMBUKA ISINYA.
Widya: “Ira!!! Ini kan masker bengkoang buat perawatan wajah. Yang aku
maksud itu masker yang buat cegah virus. Yang buat nutupin hidung dan
mulut! Yang biasa dipakai dokter-dokter gitu. Masa nanti aku keluar
rumah pakai ini?”
Ira: “Yah gimana dong?”
Widya: “Balikin ke toko bisa gak ya?”
Ira: “Udah kamu buka begitu, ya gak bisa. Lagian kita kan udah punya
banyak masker, Wid.”
Widya: “Itu kan masker kain. Bosen aku sama masker modelnya gitu-gitu
aja. Pengen coba yang sekali pakai. Kalau yang biasa dipakai dokter
pasti lebih nyaman daripada masker yang habis pakai-cuci-pakai-cuci.”
Ira: “Masker medis itu ya buat tenaga medis, atau orang yang sakit. Kita
yang di rumah, cukup pakai masker kain. Selain hemat, kita juga bisa
membantu tenaga medis dengan tidak menghabiskan ketersediaan masker.
Bayangin kalau tenaga medis kekurangan masker, terus ternyata habis
dibeli sama orang-orang, pas mau nangani pasien, malah mati duluan kena
korona. Ngeri gak tuh?”
Widya: “Iya juga sih. Tapi masa pemerintah gak ngasih bantuan masker sih
ke tenaga medis?”
Ira: “Ya kali nunggu pemerintah keburu mati duluan satu Indonesia.”
Widya: “Hus! Gak boleh gitu.”
Ira: “Daripada capek debat, mending kita maskeran bareng aja. Lumayan
bisa perawatan selama karantina. Nanti kelar pandemi, kita glowing
gitu.”
Widya: “Dasar! Bisa ae lu. Pasti ini sengaja belinya salah.”
IRA MENJULURKAN LIDAHNYA. MEREKA TERTAWA BERSAMA. LAMPU PANGGUNG MATI.
Artikel ini telah tayang di
Kompas.com dengan judul "Contoh Teks Drama tentang Covid-19", Klik untuk baca:
https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/18/200000369/contoh-teks-drama-tentang-covid-19?page=all.
Penulis : Rosy Dewi Arianti Saptoyo
Editor : Arum Sutrisni Putri
Download aplikasi
Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android:
https://bit.ly/3g85pkAiOS:
https://apple.co/3hXWJ0L
Komentar
Posting Komentar