MATERI TEKS KRITIK DAN ESAI || XII MIPA
Kompetensi Dasar
Pengetahuan
|
Keterampilan
|
3.12 Membandingkan kritik sastra dan
esai dari aspek pengetahuan dan pandangan penulis
|
3.13 Menganalisis sistematika dan
kebahasaan kritik dan esai
|
4.12 Menyusun kritik dan esai dengan
memerhatikan aspek pengetahuan dan pandangan penulis baik secara lisan maupun
tulis.
|
4.13 Mengonstruksi sebuah kritik atau
esai dengan memerhatikan sistematika dan kebahasaan baik secara lisan maupun
tulis
|
A. Contoh Teks (Fakta)
Kritik Sastra
Tirani dan Benteng : Potret dan Refleksi Empat Dekade Sejarah
Indonesia
Oleh: Ranti Jumiarni
Taufik
Ismail adalah salah satu sastrawan yang mempelopori angkatan 66 dan puisi-puisi
karyanya tak lekang oleh waktu. Salah satu kumpulan puisi Taufik Ismail yang
cukup fenomenal adalah Tirani dan Benteng, kumpulan puisi ini mampu memotret jalinan sejarah secara
gamblang dan tanpa tedeng aling-aling.
Kumpulan puisi ini terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama, Puisi-Puisi
Menjelang Tirani dan Benteng, bagian kedua,Tirani, dan bagian ketiga, Benteng. Selain Tirani dan Benteng (1966), karyanya yang lain adalah
Buku Tamu Musium Perjuangan (1972), Sajak Ladang Jagung (1974), Kenalkan, Aku
Hewan (sajak anak-anak,1976), Puisi-Puisi Langit (1990) dan Majoi. Beberapa
dari puisinya telah dimusikalisasi oleh beberapa grup musik Indonesia, salah
satunya Bimbo (Sejadah Panjang) dan alm. Nike Ardila (Panggung Sandiwara).
Tirani
dan Benteng memotret secara sederhana dan lugas guratan peristiwa demi
peristiwa yang terjadi empat dekade lalu. Taufik Ismail mengabadikan sejarah
dengan bahasa yang mudah dipahami. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu karya
sastra yang mampu merefleksikan zamannya (Endraswara, 2003 : 79), maka Tirani dan Benteng adalah salah satu
karya itu.
Puisi-Puisi Menjelang Tirani dan Benteng ditulis antara tahun 1960 – 1965. Ada 32 judul puisi
yang melukiskan gejolak Indonesia menjelang peralihan orde lama menuju orde
baru. Taufik bercerita mengenai perseteruan antara
pemerintah dan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) pada masa
itu. Elegi Buat sebuah Perang Saudara
menggambarkan kekacauan yang terjadi di negara kita. Kekacauan itulah yang
menjadi “embrio” ketakutan dan ketidakberdayaan bangsa kita. Kekacauan yang
melahirkan “peristiwa hitam” dalam peta sejarah Indonesia.
Dalam
beberapa puisi yang lain Taufik menggambarkan kehidupan keluarganya dan
masyarakat yang dihimpit kesulitan ekonomi pada masa itu. Kesederhanaan yang dituangkan Taufik pada
bait-bait puisinya begitu mengesankan dan menarik kita untuk memasuki sekaligus
memahami penderitaan rakyat karena lilitan kemiskinan yang begitu kental. Musim
kemarau dan serangan hama yang terjadi pada masa itu membuat panen petani
mengalami kegagalan. Keacuhan pemerintah menambah daftar hitam penyebab
kelaparan yang terjadi di negeri tercinta ini. Hal ini terlihat jelas pada puisi Potret di Beranda, Syair Orang Lapar, dan Catatan Tahun 1965.
Ditegaskan
pula dalam puisinya yang berbentuk catatan harian. Dalam puisi ini Taufik
benar-benar mendambakan kemerdekaan, baik kemerdekaan dalam berkarya maupun
kemerdekaan dalam sendi-sendi kehidupan. Hal ini terlihat jelas dalam rangkaian
puisinya yang berjudul 2 September 1965,
Pagi, 2 September 1965, Senja,
Pikiran sesudah Makan Malam, September dan Sesudah Dua Puluh Tahun (setelah merdeka).
Tiran.
Tirani. Hanura. Tiga kata yang tak asing. Bangsa kita pernah mengalaminya, menjalaninya, bahkan
mengulangnya dalam dekade yang berbeda. Ketika negara membungkam rakyatnya, ketika negara menelanjangi hak warganya, dan ketika
negara tak mampu menjadi rumah bagi
penduduknya maka saat itulah tiran, tirani bahkan hanura diteriakkan di
mana-mana. Delapan belas puisi yang ditulis oleh Taufik dalam Tirani banyak
mengungkapkan kepada kita apa yang terjadi pada tahun 1966. Tahun pergolakan,
perubahan dan peralihan dari masa orde lama menuju ke orde baru.
Betapa beraninya pemuda-pemuda Indonesia yang tergabung
melalui KAMI dan KAPPI memperjuangkan ketidakadilan dan kebenaran yang
dikungkung pada masa itu. Satu per satu dari mereka berjatuhan, merahnya darah
mereka menjadi saksi bagi pertiwi. Awan kedukaan ketika pahlawan revolusi gugur
belum lagi lenyap, kedukaan lain membayang. Indonesia kembali menangis ketika
harus melepaskan tunas-tunas bangsa ke pemakaman (Sebuah Jaket
Berlumur Darah dan Percakapan Angkasa)
B. Pengertian Kritik Sastra
Teks di atas mengungkapkan penilaian terhadap sebuah karya sastra yang
ditulis oleh Taufik Ismail pada buku kumpulan puisi yang berjudul Tirani dan
Benteng. Selain itu teks tersebut juga mengungkapkan peristiwa-peristiwa
sejarah yang terjadi di Indonesia pada tahun 1960-an. Diksi yang digunakan oleh
Taufik Ismail menggambarkan situasi dan kondisi menjelang dikeluarkannya
Tritura, hingga lengsernya kepemimpinan orde lama menuju ke orde baru.
Secara etimologis, istilah ”kritik” (sastra) berasal
dari bahasa Yunani yaitu krites yang berarti ”hakim”. Krites sendiri
berasal dari krinein ”menghakimi, membanding, menimbang”; kriterion yang
berarti ”dasar penghakiman” dan kritikos berarti ”hakim
kesustraan” Bentuk krites inilah yang menjadi dasar kata kritik. Secara
harafiah, kritik sastra merupakan upaya
menentukan nilai hakiki karya sastra dalam bentuk memberi pujian, mengatakan
kesalahan, memberi pertimbangan lewat pemahaman dan penafsiran yang sistematik.
C. Ciri-ciri Teks (Prinsip)
1. Fungsi
Dalam pengategorian teks, ulasan termasuk ke dalam
jenis discussion, yakni teks yang berfungsi untuk membahas berbagai
pandangan mengenai suatu objek, isu, ataupun masalah tertentu. Ulasan termasuk
ke dalam jenis teks argumentatif. Di dalam teks tersebut disajikan banyak
pendapat berdasarkan interpretasi ataupun penafsiran dari perspektif tertentu
dengan disertai fakta-fakta pendukungnya. Kritik sastra dapat digolongkan ke
jenis teks ulasan. Kritik sastra melakukan penilaian terhadap sebuah karya
sastra dengan mempertimbangkan baik buruknya karya sastra dari berbagai aspek kepengarangan
serta menyandarkan diri pada suatu teori sastra tertentu.
Dengan demikian, kritik sastra merupakan
hasil interpretasi terhadap sebuah karya sastra untuk menentukan nilai dalam bentuk memberi pujian, menyampaikan kekurangan, memberi pertimbangan lewat pemahaman dan penafsiran yang sistematik. Dengan membaca sebuah kritik sastra, pembaca
akan mudah memahami karya sastra yang dikritik. Baik dari isi maupun dari
bentuknya, sekaligus mengetahui kelebihan maupun kelemahan dari sebuah karya
sastra.
2.
Struktur Kritik Sastra
Kritik sastra dapat
dikategorikan dalam teks tanggapan atau ulasan. Sebagaimana yang tampak pada
contoh kritik sastra yang berjudul Tirani dan Benteng : Potret dan Refleksi Empat Dekade Sejarah Indonesia, teks kritik sastra memiliki
struktur sebagai berikut.
a. Pengenalan isu atau
tinjauan karya (prosa, puisi, drama);
didalamnya berupa identitas penulis, karya sastra yang
pernah dihasilkan, penilaian secara umum, termasuk gambaran isi karya sastra
itu sendiri (sinopsis)
b. Pemaparan argumen;
berisi analisis berkenaan dengan unsur-unsur karya
berdasarkan perspektif (sudut pandang) tertentu dan interpretasi penulis
terhadap karya sastra. Pada bagian ini dikemukakan juga fakta-fakta pendukung
untuk memperkuat argumen penulis
c. Penilaian dan
rekomendasi;
berisi timbangan keunggulan maupun kelemahan karya
sastra yang diulas. Pada bagian ini dapat pula disertai saran-saran untuk
khalayak terkait dengan kepentingan pengapresiasiannya
Dalam teks yang lain, struktur teks ulasan
mungkin pula disertai dengan daftar pustaka.
Berikut contoh analisis struktur teks kritik
sastra
Teks
|
Struktur
|
Penjelasan
|
Taufik
Ismail adalah salah satu sastrawan yang mempelopori angkatan 66 dan
puisi-puisi karyanya tak lekang oleh waktu. Salah satu kumpulan puisi Taufik
Ismail yang cukup fenomenal adalah Tirani dan Benteng, kumpulan puisi ini mampu memotret jalinan sejarah secara
gamblang dan tanpa tendeng aling-aling.
Kumpulan puisi ini terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama, Puisi-Puisi
Menjelang Tirani dan Benteng, bagian kedua,Tirani, dan bagian ketiga,
Benteng.
|
Pengenalan isu atau tinjauan karya
|
1.
Nama sastrawan dan karya yang pernah dihasilkan
2.
Penilaian secara umum karya sastra yang dikritik
3.
Sinopsis
|
Puisi-Puisi Menjelang
Tirani dan Benteng ditulis antara tahun 1960
– 1965. Ada 32 judul puisi yang melukiskan gejolak Indonesia menjelang
peralihan orde lama menuju orde baru. Taufik bercerita mengenai
perseteruan antara pemerintah dan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik
Indonesia) pada masa itu. Elegi Buat
sebuah Perang Saudara menggambarkan kekacauan yang terjadi di negara
kita. Kekacauan itulah yang menjadi “embrio” ketakutan dan ketidakberdayaan
bangsa kita. Kekacauan yang melahirkan “peristiwa hitam” dalam peta sejarah
Indonesia.
|
Pemaparan argumen
|
Hasil interpretasi puisi yang terdapat pada
kumpulan puisi Tirani dan Benteng
|
Dari
ketiga bagian; Puisi-Puisi Menjelang
Tirani dan Benteng, bagian kedua,Tirani, dan bagian ketiga, Benteng, semuanya menceritakan hal yang
sama yaitu penderitaan rakyat Indonesia di masa-masa itu; kemiskinan dan
ketidakadilan, perbedaan status antara si miskin dan kaya, terbelenggunya
pemikiran-pemikiran sastrawan, serta munculnya PKI di republik ini.
Tirani dan Benteng mampu merefleksikan kehidupan sosial masyarakat di
mana puisi ini ditulis
dengan apik. Kata demi kata, bait demi
bait, puisi demi puisi jalin menjalin untuk melukiskan latar sosial,
ekonomis, hingga sejarah dengan sangat tepat.
Di
sisi lain, cobalah kita merenung sejenak peristiwa besar yang kembali
menggores parut di wajah Indonesia.
12 Mei 1998. Mahasiswa kembali turun ke jalan. Peluru kembali ditembuskan.
Darah kembali mengalir. Almamater kembali memerah.
Tirani dan Benteng memang dipotret
Taufik Ismail 42 tahun yang lalu. Namun sejarah kembali terulang 32 tahun
sesudahnya. Membaca Tirani dan Benteng
bagai menjalani napak tilas.
Peristiwa
lengsernya Soeharto adalah dejavu
dari lengsernya Soekarno. Benar adanya ungkapan yang populer di kalangan guru
sejarah. Jas Merah. Jangan sekali-kali melupakan sejarah.
Semoga
apa yang dipotret Taufik Ismail
tentang kelamnya sejarah Indonesia tidak akan terulang untuk ketiga kalinya.
Semoga dengan membaca Tirani dan Benteng kita mampu belajar banyak agar
menjadi lebih bijak.
|
Penilaian dan rekomendasi
|
Kelebihan maupun kekurangan dari karya sastra yang
dikritik
|
3.
Kebahasaan
Berdasarkan kaidah bahasanya, kritik sastra memiliki karakteristik
kebahasaan seperti berikut:
a. Menggunakan kata sifat
yang menunjukkan pendapat dan penilaian terhadap karya sastra tertentu,
misalnya, cukup
fenomenal, gamblang, sederhana, lugas, berhasil, sukses, apik, sangat tepat,
popular, bijak
Contoh:
1) Salah satu kumpulan puisi Taufik Ismail yang cukup
fenomenal adalah Tirani dan Benteng
2) Kumpulan puisi
ini mampu memotret jalinan sejarah secara gamblang dan tanpa tedeng aling-aling.
3) Tirani dan Benteng memotret secara sederhana
dan lugas guratan peristiwa demi peristiwa yang terjadi empat dekade
lalu.
4) Karya sastra yang berhasil atau sukses
yaitu karya sastra yang mampu merefleksikan zamannya (Endraswara, 2003 : 79),
maka Tirani dan Benteng adalah salah
satu karya itu.
5) Tirani dan Benteng mampu merefleksikan kehidupan sosial masyarakat di mana puisi ini
ditulis dengan apik.
6) Kata demi kata, bait demi bait, puisi demi
puisi jalin menjalin untuk melukiskan latar sosial, ekonomis, hingga sejarah
dengan sangat tepat.
7) Benar adanya ungkapan yang populer di
kalangan guru sejarah.
8) Semoga dengan membaca Tirani dan Benteng kita
mampu belajar banyak agar menjadi lebih bijak.
b. Karena sifatnya yang
argumentatif, dalam suatu alasan banyak dijumpai
pernyataan yang berupa pendapat, yang
kemudian ditunjang pula oleh fakta. Kehadiran fakta berfungsi sebagai sarana
untuk memperjelas pendapat.
Berikut
contoh-contoh pernyataan yang berupa fakta untuk menguatkan pendapat
1)
Puisi-Puisi Menjelang Tirani dan Benteng ditulis antara tahun 1960 – 1965. Ada 32
judul puisi yang
melukiskan gejolak Indonesia menjelang peralihan orde lama menuju orde baru. Taufik bercerita mengenai perseteruan antara
pemerintah dan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) pada masa
itu.
2)
Delapan belas puisi yang ditulis oleh Taufik dalam Tirani banyak mengungkapkan kepada kita apa yang
terjadi pada tahun 1966. Tahun pergolakan, perubahan dan peralihan dari masa
orde lama menuju ke orde baru.
3)
Pada bagian ketiga dari kumpulan puisi Tirani dan Benteng, Taufik menuliskan dua puluh dua puisi yang memaknai benteng itu sendiri. Benteng itu itu adalah keberanian mereka menegakkan
kebenaran dan keyakinan untuk memberangus kezaliman penguasa. Pasukan itu adalah pemuda-pemudi.
4)
12 Mei 1998. Mahasiswa kembali turun ke jalan. Peluru kembali ditembuskan. Darah
kembali mengalir. Almamater kembali memerah.
5)
Tirani dan Benteng memang dipotret
Taufik Ismail 42 tahun yang lalu. Namun sejarah kembali terulang 32 tahun sesudahnya.
c. Terdapat kata kerja
mental. Hal ini terkait dengan karakteristik kritik
sastra yang mengemukakan sejumlah
pendapat.
Kata kerja mental yang dimaksud,
antara lain, ditegaskan, mendambakan, menguatkan,
kebesaran, keikhlasan, kebenaran.
Contoh:
1) Ditegaskan pula dalam puisinya yang berbentuk catatan
harian.
2) Dalam puisi ini Taufik benar-benar mendambakan
kemerdekaan.
3) Air mata seorang ibu juga benteng yang menguatkan
perjuangan pada masa itu.
4) Kebesaran dan keikhlasan hati seorang ibu untuk
melepas putra-putri kesayangannya ke jalan kebenaran
d. Satuan bahasa yang
merujuk pada interpretasi karya sastra tertentu
Satuan bahasa itu antara lain menggambarkan,
hal ini terlihat jelas.
Contoh :
1) Elegi Buat sebuah Perang Saudara menggambarkan kekacauan yang terjadi
di negara kita. Kekacauan itulah yang menjadi “embrio” ketakutan dan
ketidakberdayaan bangsa kita.
2) Musim kemarau dan serangan hama yang terjadi
pada masa itu membuat panen petani mengalami kegagalan. Keacuhan pemerintah
menambah daftar hitam penyebab kelaparan yang terjadi di negeri tercinta ini. Hal ini terlihat
jelas pada puisi Potret di Beranda,
Syair Orang Lapar, dan Catatan Tahun
1965.
3) Dalam puisi ini Taufik benar-benar mendambakan
kemerdekaan, baik kemerdekaan dalam berkarya maupun kemerdekaan dalam
sendi-sendi kehidupan. Hal ini terlihat jelas dalam rangkaian puisinya
yang berjudul 2 September 1965, Pagi,
2 September 1965, Senja, Pikiran sesudah
Makan Malam, September dan Sesudah
Dua Puluh Tahun (setelah merdeka) (Oleh Ranti Jumiarni)
ESAI
A. Contoh Esai
Berikut contoh
esai.
MEURAJAH
Meurajah adalah salah suatu jenis karya sastra klasik, yang dalam istilah
kesusastraan Melayu atau Indonesia dikenal dengan sebutan mantra. Masyarakat
Aceh sampai dengan sekarang masih membudayakan meurajah, walau secara keilmuan
sastra masyarakat tidak mengetahui kalau meurajah merupakan salah satu genre
sastra.
Terlepas dari sihir atau tidak, kepercayaan masyarakat Aceh kepada thabib
akan kesembuhan penyakit yang dideritanya sangat besar pada kepribadian pasien.
Terlebih masyarakat awam, lebih mempercayai pengobatan yang bersifat alamiah
dari pada seorang dokter spesialis sekalipun. Dalam pengobatannya thabib
ini hanya membacakan beberapa mantra kesembuhan atau dalam bahasa Aceh disebut
dengan meurajah. Tingkat kemanjuran mantra ini sangat dipengaruhi oleh sahabat
(para jin), namun ada juga beberapa thabib yang hanya menggunakan media
ayat-ayat suci Al-Quran untuk kesembuhannya. Di Aceh sendiri tercatat beberapa
daerah yang sangat kental ilmu kabhatilan tersebut di antaranya Pantai Barat
Selatan, Sinabang, Aceh Tengah, namun sampai saat ini belum ada data yang real
yang mampu menyimpulkan keberadaanya.
Meurajah Peneukoh
Ka ek u langeet kah ku peugandoe
(naik ke langit aku ketapel)
Katroek di bumoe kah ku singkla
(turun ke bumi aku ikat)
Bak gaki kah ku boeh pasong
(di kakimu aku pasang pasung)
Bak idoeng gunci tembaga
(pada hidungmu aku kunci dengan tembaga)
Di hadapan raja diwa hong saidi
Pada lirik mantra tersebut jelas disebutkan bahwa neurajah ini keseluruhan
menggunakan media bantu berupa alam ghaib seperti pada kalimat yang paling
bawah “Di hadapan Raja Diwa Hong Saidi”. Jelas bukan, Raja Diwa Hong Saidi
adalah sosok pemimpin jin di dunia kegelapan yang dipercaya masyarakat Aceh mau
menolong mereka. Sama halnya yang ditampilkan di televisi, thabib di Aceh juga
perlu sesajen untuk medianya. Tapi perlu digarisbawahi bahwa tidak keselurahan
dari thabib di Aceh yang menggunakan sesajen hanya dipakai bagi paranormal atau
lebih tepatnya disebut dukun yang terdapat di pedalaman. Penyakit yang mampu
disembuhkan oleh thabib ini sangat beragam mulai dari penyakit yang ringan
hingga parah sekalipun, seorang thabib mampu menyembuhkannya dalam kurun waktu
tidak lebih dari sebulan. Jika dalam kurun waktu tersebut tidak kurun sembuh
maka thabib akan mengatakan “hana ubat” (tidak ada obat), percaya atau tidak?
penyakit yang tergolong ringan di antaranya yang mampu disembuhkan oleh thabib
berupa kesurupan, demam, sakit perut, sedangkan penyakit parah berupa kanker
ganas, batu ginjal tetap harus dengan pertolongan dunia medis modern. Namun
anehnya para thabib ini tidak melakukan operasi melainkan hanya dengan beberapa
mantra yang diucapkan.
Namun ada juga para masyarakat Aceh yang memakai jasa thabib untuk membantu
menemukan barang mereka yang hilang atau disebut “jak meukaloen” (ilmu tenung).
Khususnya thabib atau dukun (dukon) yang berada di desa-desa umumnya mereka
tidak menetapkan tarif khusus selama pengobatan tetapi para pasien memberikan
sejumlah uang seihklasnya saja. Mereka cukup dibayar dengan Rp5.000 atau dengan
menjamu dengan makan malam saja. Satu hal yang perlu diketahui, thabib di Aceh
hanya bisa melayani pasien saat matahari mulai terbenam, tepatnya pada pukul
16.00-05.30. selebih dari itu para thabib, dukun atau dukon akan menolak
membacakan mantranya dengan alasan “hana koeng peunukoeh” (tidak kuat
pemotong).
Oleh Zulfadli Kawom
B.
Pengertian Esai
Teks
yang telah kamu baca itulah yang dimaksud dengan esai. Teks tersebut berisikan
tanggapan atau pendapat seseorang tentang sebuah peristiwa. Adapun yang
dimaksud dengan esai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu karangan atau tulisan yang membahas
suatu masalah secara sekilas dari sudut pandang pribadi penulisnya. Dari
pengertian tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa esai adalah tulisan yang
mengandung opini dan sifatnya subjektif atau argumentatif. Pandangan-pandangan
pribadi tersebut haruslah logis dan dapat dipahami dengan baik. Tidak hanya
itu, argument yang disampaikan dalam esai harus didukung oleh fakta, sehingga
esai tersebut tidak menjadi tulisan yang fiktif atau imajinasi sang pengarang
belaka.
B. Ciri-ciri Esai
1. Fungsi
Esai
Berdasarkan contoh di
atas tampak bahwa esai merupakan teks yang berfungsi untuk menginformasikan
segala sesuatu, baik itu fakta, data maupun peristiwa termasuk pendapat dan
pandangan terhadap fakta, data dan peristiwa agar khalayak pembaca memperoleh
pengetahuan dan pemahaman baru tentang berbagai hal yang dapat maupun yang
terjadi di muka bumi ini.
Adapun informasi yang terungkap di dalam teks itu berkenaan dengan
budaya masyarakat Aceh yang masih percaya pada pengobatan secara tradisional
dibandingkan dengan pengobatan secara modern. Meskipun tidak semua masyarakat
Aceh yang percaya pada pengobatan tradisional tersebut.
2. Struktur Esai
Perhatikan
kembali teks esai di atas ataupun teks esai lainnya yang telah kamu baca dari
sumber lain. Untuk menulis esai yang baik, terdapat
struktur dari esai yang harus diperhatikan penulis. Diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Pendahuluan untuk mengungkapkan topik atau tema
yang akan dibahas.
Berdasarkan teks esai yang berjudul “Meurajah” tampak jelas penulis mengantarkan
pembaca untuk memahami topik yang dibahas. Penulis memulai dengan pemahamannya
tentang meurajah adalah salah suatu jenis karya sastra klasik, yang dalam
istilah kesusastraan Melayu atau Indonesia dikenal dengan sebutan mantra.
Masyarakat Aceh sampai dengan sekarang masih membudayakan neurajah, walau
secara keilmuan sastra masyarakat tidak mengetahui kalau neurajah merupakan
salah satu genre sastra. Kita dapat mengungkapkan topik atau tema yang akan
dibahas dalam keseluruhan esai di dalam pendahuluan. Unsur-unsur yang ada di
dalam pendahuluan adalah latar belakang dan pendapat pribadi penulis mengenai
tema yang akan dibahas secara lebih jelas dan detil pada bagian selanjutnya.
Pendahuluan menjadi pengantar pembaca untuk memahami topik yang akan dibahas
sehingga pembaca lebih mudah menelaah isi esai.
2. Isi/Pembahasan dari
topik atau tema tulisan secara lebih detail
Isi atau pembahasan adalah bagian dari esai yang menjelaskan tema/topik
tulisan secara lebih detil. Di dalam isi, penulis menjabarkan pendapatnya
secara kronologis atau urut sesuai dengan ide yang disusun dalam kerangka
sehingga esai menjadi koheren. Pembahasan dalam esai “Meurajah” tampak pada
paragraf ke-2 yaitu terlepas dari sihir atau tidak, kepercayaan masyarakat Aceh
kepada thabib akan kesembuhan penyakit yang dideritanya sangat besar pada
kepribadian pasien. Terlebih masyarakat awam, lebih mempercayai pengobatan yang
bersifat alamiah dari pada seorang dokter spesialis sekalipun. Dalam
pengobatannya thabib ini hanya membacakan beberapa mantra kesembuhan atau dalam
bahasa Aceh disebut dengan neurajah. Tingkat kemanjuran mantra ini sangat
dipengaruhi oleh sahabat (para jin), namun ada juga beberapa thabib yang hanya
menggunakan media ayat-ayat suci Alquran untuk kesembuhannya. Di Aceh sendiri
tercatat beberapa daerah yang sangat kental ilmu kabhatilan tersebut di
antaranya Pantai Barat Selatan, Sinabang, Aceh Tengah, namun sampai saat ini
belum ada data yang real yang mampu menyimpulkan keberadaanya.
3. Kesimpulan/Penutup untuk merangkum atau menyimpulkan apa
yang sudah disampaikan.
Kesimpulan adalah bagian
terakhir dalam esai. Bagian ini berisi kalimat yang merangkum atau menyimpulkan
apa yang sudah disampaikan di pendahuluan dan pembahasan. Kesimpulan tidak
boleh melebar ke topik lain. Contoh: Namun ada juga para masyarakat Aceh yang
memakai jasa thabib untuk membantu menemukan barang mereka yang hilang atau
disebut “jak meukaloen” (ilmu tenung). Khususnya thabib atau dukun (dukon) yang
berada di desa-desa umumnya mereka tidak menetapkan tarif khusus selama
pengobatan tetapi para pasien memberikan sejumlah uang seihklasnya saja. Mereka
cukup dibayar dengan Rp5.000 atau dengan menjamu dengan makan malam saja. Satu
hal yang perlu diketahui, thabib di Aceh hanya bisa melayani pasien saat
matahari mulai terbenam, tepatnya pada pukul 16.00-05.30. selebih dari itu para
thabib, dukun atau dukon akan menolak membacakan mantranya dengan alasan “hana
koeng peunukoeh” (tidak kuat pemotong).
3.
Kaidah-kaidah Kebahasaan
Perhatikan kembali teks esai
yang telah dibaca sebelumnya. Tampak bahwa teks
tersebut dibentuk oleh banyak kata dan sejumlah kalimat. Di dalam teks esai,
kata-kata dan kalimat-kalimat itu ternyata memiliki kaidah atau aturan
tersendiri. Kaidah-kaidah tersebut dapat dijadikan sebagai ciri ataupun pembeda
dengan jenis teks lainnya.
Kaidah-kaidah
yang dimaksudkan adalah sebagai berikut.
a. Penggunaan
bahasa yang bersifat denotatif. Kata-kata yang digunakan dengan kalimat pendek
sesuai dengan kebutuhan, pemakaian kata seperlunya dan tidak berlebihan.
b. Penggunaan kata kerja material atau kata kerja
yang terkait dengan melakukan kegiatan atau tindakan.
Contoh:
1) Seorang thabib mampu menyembuhkannya dalam kurun waktu
tidak lebih dari sebulan.
2) Namun ada juga para masyarakat Aceh yang memakai jasa
thabib untuk membantu menemukan barang mereka yang hilang.
c. Kalimat fakta yang mendukung argumen yang
dapat kita kaitkan dari fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Contoh:
Terlepas dari
sihir atau tidak, kepercayaan masyarakat Aceh kepada thabib akan kesembuhan
penyakit yang dideritanya sangat besar pada kepribadian pasien. Terlebih
masyarakat awam, lebih mempercayai pengobatan yang bersifat alamiah dari pada
seorang dokter spesialis sekalipun.
berapa mantra
kesembuhan atau dalam bahasa Aceh disebut dengan meurajah.
C. Prosedur Pembelajaran
- Membandingkan teks esai dari aspek pengetahuan dan pandangan penulis
Teks 1
MEURAJAH
Meurajah adalah salah suatu jenis karya sastra klasik, yang dalam istilah
kesusastraan Melayu atau Indonesia dikenal dengan sebutan mantra. Masyarakat
Aceh sampai dengan sekarang masih membudayakan meurajah, walau secara
keilmuan sastra masyarakat tidak mengetahui kalau meurajah merupakan salah
satu genre sastra.
Terlepas dari sihir atau tidak, kepercayaan masyarakat Aceh kepada thabib
akan kesembuhan penyakit yang dideritanya sangat besar pada kepribadian
pasien. Terlebih masyarakat awam, lebih mempercayai pengobatan yang bersifat
alamiah dari pada seorang dokter spesialis sekalipun. Dalam
pengobatannya thabib ini hanya membacakan beberapa mantra kesembuhan atau
dalam bahasa Aceh disebut dengan meurajah. Tingkat kemanjuran mantra ini
sangat dipengaruhi oleh sahabat (para jin), namun ada juga beberapa thabib
yang hanya menggunakan media ayat-ayat suci Al-Quran untuk kesembuhannya. Di
Aceh sendiri tercatat beberapa daerah yang sangat kental ilmu kabhatilan
tersebut di antaranya Pantai Barat Selatan, Sinabang, Aceh Tengah, namun
sampai saat ini belum ada data yang real yang mampu menyimpulkan
keberadaanya.
Meurajah Peneukoh
Ka ek u langeet kah ku peugandoe (naik ke langit aku ketapel) Katroek di bumoe kah ku singkla (turun ke bumi aku ikat) Bak gaki kah ku boeh pasong (di kakimu aku pasang pasung) Bak idoeng gunci tembaga (pada hidungmu aku kunci dengan tembaga) Di hadapan raja diwa hong saidi
Pada lirik mantra tersebut jelas disebutkan bahwa neurajah ini
keseluruhan menggunakan media bantu berupa alam ghaib seperti pada kalimat
yang paling bawah “Di hadapan Raja Diwa Hong Saidi”. Jelas bukan, Raja Diwa
Hong Saidi adalah sosok pemimpin jin di dunia kegelapan yang dipercaya
masyarakat Aceh mau menolong mereka. Sama halnya yang ditampilkan di
televisi, thabib di Aceh juga perlu sesajen untuk medianya. Tapi perlu
digarisbawahi bahwa tidak keselurahan dari thabib di Aceh yang menggunakan
sesajen hanya dipakai bagi paranormal atau lebih tepatnya disebut dukun yang
terdapat di pedalaman. Penyakit yang mampu disembuhkan oleh thabib ini sangat
beragam mulai dari penyakit yang ringan hingga parah sekalipun, seorang
thabib mampu menyembuhkannya dalam kurun waktu tidak lebih dari sebulan. Jika
dalam kurun waktu tersebut tidak kurun sembuh maka thabib akan mengatakan “hana
ubat” (tidak ada obat), percaya atau tidak? penyakit yang tergolong ringan di
antaranya yang mampu disembuhkan oleh thabib berupa kesurupan, demam, sakit
perut, sedangkan penyakit parah berupa kanker ganas, batu ginjal tetap harus
dengan pertolongan dunia medis modern. Namun anehnya para thabib ini tidak
melakukan operasi melainkan hanya dengan beberapa mantra yang diucapkan.
Namun ada juga para masyarakat Aceh yang memakai jasa thabib untuk
membantu menemukan barang mereka yang hilang atau disebut “jak meukaloen”
(ilmu tenung).
Khususnya thabib atau dukun (dukon) yang berada di desa-desa umumnya
mereka tidak menetapkan tarif khusus selama pengobatan tetapi para pasien
memberikan sejumlah uang seihklasnya saja. Mereka cukup dibayar dengan
Rp5.000 atau dengan menjamu dengan makan malam saja. Satu hal yang perlu
diketahui, thabib di Aceh hanya bisa melayani pasien saat matahari mulai
terbenam, tepatnya pada pukul 16.00-05.30. selebih dari itu para thabib,
dukun atau dukon akan menolak membacakan mantranya dengan alasan “hana koeng
peunukoeh” (tidak kuat pemotong).
Oleh Zulfadli Kawom
Dimuat di Buletin
Tuhoe Edisi XVI, Desember 2013
|
Teks 2
ENONG DAN SEMANGAT PANTANG MENYERAH
Oleh Muh Zuhri,
S.Pd., M.Pd.
Guru SMA Negeri 2
Boyolali, Jawa Tengah
“Was dich nictht umbringt,
macht dich nur starker” dalam bahasa Inggris adalah “what dosen’t
kills you, makes you stronger”.
Dalam Bahasa Indonesia “apa yang tidak
dapat membunuhmu, membuatmu kuat” (Friedrich Wilhelm Nietzsche dalam Aprinalistria, 2015). Cobaan
dan penderitaan hidup tidak boleh membuat putus asa. Harus dihadapi dengan
tabah. Demikianlah, seharusnya manusia menghadapi permasalahan dalam
kehidupan. Kenyataan hidup harus dihadapi. Manusia harus berani mengambil
keputusan atau pilihan hidup dengan berbagai risikonya. Itulah yang dilakukan
Enong (tokoh) dalam kisah hidupnya. Tokoh telah mengambil keputusan untuk
menghadapi cobaan hidup dengan penuh keberanian dan ketabahan.
Begitulah makna yang tertangkap setelah
membaca Padang Bulan novel pertama
dwilogi Padang Bulan karya Andrea Hirata yang diterbitkan oleh
Penerbit Bentang Yogyakarta cetakan kesebelas, Februari 2017.
Sesungguhnya, makna yang termuat dalam novel
ini, menjadi sangat terkedepankan karena struktur alurnya, di samping faktor
lain, misalnya, penokohan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sayuti (2000:
54-56) yang menyatakan bahwa plot atau alur sangat penting untuk
mengekspresikan makna suatu karya fiksi, baik makna yang bersifat muatan, actual meaning, maupun makna yang
bersifat niatan, intentional meaning. Melalui
alur penulis mengorganisasikan pengalaman-pengalaman dalam karyanya dan cara
penulis mengorganisasikan pengalaman tersebut memberi tahu banyak kepada
pembaca tentang makna pengalaman itu baginya.
Novel
Padang Bulan terdiri atas 41 bagian
yang oleh pengarangnya diberi istilah mozaik.Mozaik-mozaik dalam novel ini
mence
ritakan alur kehidupan tokoh utama Enong dan
Aku (Ikal). Jumlah alur dalam novel ini pada dasarnya terdiri dua alur yaitu
alur utama yang menceritakan kehidupan tokoh Enong dan alur tambahan yang
menceritakan kehidupan tokoh Aku. Pada satu titik kedua alur itu bertemu
(saat pertemuan tokoh Enong dan Aku di kantor pos pada mozaik 20 halaman 140)
dan beberapa bagian atau mozaik selanjutnya,
Pada
awal cerita dikisahkan kehidupan keluarga miskin. Seorang Ibu-Syalimah- dan
Ayah –Zamzami- yang memiliki tiga anak. Anak pertama bernama Enong yang
memiliki dua adik. Keluarga ini tetap merasa bahagia meskipun miskin (Mozaik
1 halaman 1-7).
Cerita
kemudian berlanjut dengan kematian ayah Enong karena tertimbun tanah longsor
ketika bekerja di pertambangan timah. Peristiwa ini menghadirkan awal konflik
bagi tokoh Enong dalam kehidupannya ( Mozaik 2 halaman 11). Ia harus keluar
sekolah dan mencari pekerjaan. Pilihan yang membawa berbagai persoalan bagi
tokoh Enong (Mozaik 4 halaman 30). Di kota ia tidak mendapatkan pekerjaan dan
akhirnya memutuskan pulang kembali ke desanya. Di desa ia menemukan
adik-adiknya telah keluar dari sekolah dan tidak apapun yang bisa
dikerjakannya. Ia menangis dan hampir putus asa (klimaks). Di puncak
kebingungannya ia pergi ke danau dan mendapatkan ide menjadi pendulang timah (tahap
permulaan pemecahan masalah), sebuah pekerjaan yang sangat berat yang selama
ini hanya dilakukan oleh laki-laki (Mozaik 9 halaman 59). Namun ternyata
masalah belum benar-benar teratasi. Permasalahan baru muncul, yaitu sulitnya
mencari timah. Enong harus masuk ke hutan untuk mencari timah, ditipu oleh
juru taksir timah (Mozaik 11 halaman 75) dan hampir dibunuh oleh pendulang
timah yang lain (Mozaik 13 halaman 86).
Semua
penderitaan hidup tak membuat Enong menyerah. Ia tetap berusaha dan berjuang.
Bahkan semangat untuk belajar dan menegakkan harkat diri tak pernah luntur.
Ia belajar bahasa Inggris di sela-sela bekerja (Mozaik 11 halaman 71). Bahkan
Enong memutuskan untuk mengikuti kursus bahasa Inggris (Mozaik 20 halaman
143).
Tokoh
utama kedua dalam novel ini adalah tokoh Aku (Ikal). Pada bagian awal Tokoh
aku diceritakan tinggal sendiri di rumah kontrakan dan mengenang sosok
ayahnya yang sangat menyayangi dan tipe pekerja keras (Mozaik 3 halaman
22-24). Bagian ini menceritakan sosok aku dan awal mula permasalahan yang
dihadapi tokoh aku. Aku memutuskan berpisah dengan orang tuanya karena
ayahnya tidak menyetujui tokoh aku menikah dengan gadis Tionghoa (A Ling)
karena perbedaan agama (Mozaik 8 halaman 54-57). Setelah dibujuk dan diberi
kabar bahwa ayahnya sakit keras, tokoh aku pulang kembali ke rumah (Mozaik 19
halaman 128-129). Di rumah tokoh aku menghadapi permasalahan tuntutan ibunya
agar tokoh aku mencari pekerjaan (Mozaik 19 halaman 131). Ketika akan
mengirim surat lamaran ke Jakarta dan mengirimkan lewat kantor pos, tokoh aku
bertemu dengan Enong (Mozaik 20 halaman 140). Enong pada akhirnya memberikan
nasihat agar tokoh aku tabah dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam
kehidupan tokoh aku. Tokoh aku menghadapi permasalahan mencari pekerjaan
(Mozaik 19 halaman 131) , menghadapi permasalahan dalam percintaan (Mozaik 21
halaman 151), dan menghadapi permasalahan tinggi badan dan krisis kepercayaan
(Mozaik 31 halaman 221 -230). Enong menyadarkan bahwa permasalahan yang
dihadapi tokoh aku tidak lebih berat dari permasalahan yang dihadapinya.
Namun, Enong menghadapi permasalahan hidup dengan tabah dan pantang menyerah
(Mozaik 35 halaman 262).
Struktur
alur cerita ini jika dibaca sekilas tampak meloncat-loncat antara
menceritakan tokoh Enong dengan segala permasalahan kehidupannya dan tokoh
Aku yang menghadapi permasalahan lain. Kisah Enong (tanpa kehadiran tokoh
Aku) diceritakan pada Mozaik 1, 2, 4, 6, 9, 11, dan 13. Kisah tokoh Aku
(tanpa kehadiran Enong) diceritakan pada Mozaik 3, 5, 7, 8, 10, 12, 14, 17,
18, 19, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 34, 39, 40, dan 41). Namun, jika
dicermati lebih dalam justru sebaliknya. Ada hubungan yang erat antara kisah
Aku dengan kisah Enong. Kedua tokoh itu diceritakan dalam satu mozaik (kedua
tokoh hadir pada satu mozaik) yaitu pada mozaik 16, 20, 21, 30, 32, 33, 35,
36, 37, dan 38.
Kisah aku sebagai Alur tambahan sebagaimana
dilukiskan di atas sangat berperan dalam mengedepankan makna yang akan
disampaikan oleh pengarang melalui alur utama pada kisah kehidupan Enong.
Tokoh aku “hanya” menghadapi “permasalahan ringan” yaitu tinggi badan
(fisik), menghadapi rasa cemburu dalam percintaan, dan permasalahan mencari
pekerjaan namun memiliki ijazah tinggi dan pandai berbahasa Inggris.
Sedangkan Enong yang masih kecil dan lemah menghadapi permasalahan yang jauh
lebih berat. Enong ditinggal mati ayahnya, keluar dari sekolah, mencari
pekerjaan untuk menghidupi adik-adiknya, dan menghadapi usaha pembunuhan oleh
preman bayaran. Enong mampu menghadapi permasalahan-permasalahan yang berat
itu. Enong mengajarkan kepada tokoh Aku untuk tabah dan berjuang mengatasi
semua permasalahan dalam hidup. Seperti yang dikatakan Enong kepada tokoh Aku
“ Janganlah berputus asa. Lihatlah
Kakak, ni, dari kecil Kakak susah. Cobaan datang bertubi-tubi, tapi mana
pernah Kakak patah harapan. Tak pernah! Hidup ini harus tabah. Memang benar
badanmu pendek, tapi mukamu tak jelek-jelek betul. Paling tidak, kau lihai
berbahasa Inggris! “ (Mozaik 35 halaman 262). Inilah makna niatan, intentional meaning, pengarang: Hidup
bisa menghadirkan berbagai macam cobaan dan penderitaan, tetapi manusia tidak
boleh menyerah dan kalah. Manusia harus tabah dan terus berjuang mengatasi
segala permasalahan dalam kehidupannya.
Andrea
Hirata melalui karya ini bersimpati dan memberikan penghormatan tinggi
terhadap mereka yang berani menghadapi permasalahan, tabah, terus berjuang
untuk mengatasi berbagai cobaan dan permasalahan kehidupan.
|
Jika kita membandingkan kedua teks esai
tersebut dari
aspek pengetahuan maka dapat kita simpulkan bahwa teks esai 1 termasuk dalam teks
esai paparan yang bertujuan untuk
menjelaskan atau memaparkan lebih rinci suatu hal kepada pembaca. Tujuan utama
esai ini untuk mengedukasi maupun memberikan informasi kepada pembaca.
Contoh dalam teks:
Terlepas dari sihir atau tidak, kepercayaan masyarakat Aceh kepada thabib
akan kesembuhan penyakit yang dideritanya sangat besar pada kepribadian
pasien. Terlebih masyarakat awam, lebih mempercayai pengobatan yang bersifat
alamiah dari pada seorang dokter spesialis sekalipun. Dalam
pengobatannya thabib ini hanya membacakan beberapa mantra kesembuhan atau
dalam bahasa Aceh disebut dengan meurajah. Tingkat kemanjuran mantra ini
sangat dipengaruhi oleh sahabat (para jin), namun ada juga beberapa thabib yang
hanya menggunakan media ayat-ayat suci Al-Quran untuk kesembuhannya. Di Aceh
sendiri tercatat beberapa daerah yang sangat kental ilmu kabhatilan tersebut
di antaranya Pantai Barat Selatan, Sinabang, Aceh Tengah, namun sampai saat
ini belum ada data yang real yang mampu menyimpulkan keberadaanya.
|
Sedangkan dalam teks esai 2 termasuk dalam teks argumentatif bertujuan untuk meyakinkan
pembaca untuk menerima ide, pandangan, sikap, maupun kepercayaan penulis
terhadap suatu isu atau permasalahan. Esai argumentatif akan berusaha
mengungkapkan kebenaran dari suatu ide dengan motif agar nantinya pembaca pada
akhirnya akan berpihak pada penulis dan berbuat sesuatu berdasarkan opini yang
terdapat dalam esai tersebut.
“Was dich nictht umbringt, macht dich nur
starker” dalam bahasa Inggris adalah “what dosen’t kills you, makes
you stronger”. Dalam Bahasa
Indonesia “apa yang tidak dapat
membunuhmu, membuatmu kuat” (Friedrich
Wilhelm Nietzsche dalam Aprinalistria, 2015). Cobaan dan penderitaan
hidup tidak boleh membuat putus asa. Harus dihadapi dengan tabah.
Demikianlah, seharusnya manusia menghadapi permasalahan dalam kehidupan.
Kenyataan hidup harus dihadapi. Manusia harus berani mengambil keputusan atau
pilihan hidup dengan berbagai risikonya. Itulah yang dilakukan Enong (tokoh)
dalam kisah hidupnya. Tokoh telah mengambil keputusan untuk menghadapi cobaan
hidup dengan penuh keberanian dan ketabahan.
Begitulah makna yang tertangkap setelah
membaca Padang Bulan novel pertama
dwilogi Padang Bulan karya Andrea Hirata yang diterbitkan oleh
Penerbit Bentang Yogyakarta cetakan kesebelas, Februari 2017.
|
Jika kita
membandingkan kedua teks esai tersebut dari pandangan penulis pada teks 1
penulis mencoba memaparkan isi esai tersebut berdasarkan apa yang ada dalam pemikirannya
hal ini terbukti dengan tidak adanya fakta-fakta yang akurat tentang data atau
sumber yang digunakan dalam teks. Pada teks 2 penulis lebih kritis dalam
memberikan argumen dengan sumber-sumber yang lebih jelas. Contoh yang terdapat
dalam teks.
Teks 1
Pada lirik mantra tersebut jelas disebutkan bahwa neurajah ini
keseluruhan menggunakan media bantu berupa alam ghaib seperti pada kalimat
yang paling bawah “Di hadapan Raja Diwa Hong Saidi”. Jelas bukan, Raja Diwa
Hong Saidi adalah sosok pemimpin jin di dunia kegelapan yang dipercaya
masyarakat Aceh mau menolong mereka. Sama halnya yang ditampilkan di
televisi, thabib di Aceh juga perlu sesajen untuk medianya. Tapi perlu
digarisbawahi bahwa tidak keselurahan dari thabib di Aceh yang menggunakan sesajen
hanya dipakai bagi paranormal atau lebih tepatnya disebut dukun yang terdapat
di pedalaman. Penyakit yang mampu disembuhkan oleh thabib ini sangat beragam
mulai dari penyakit yang ringan hingga parah sekalipun, seorang thabib mampu
menyembuhkannya dalam kurun waktu tidak lebih dari sebulan. Jika dalam kurun
waktu tersebut tidak kurun sembuh maka thabib akan mengatakan “hana ubat”
(tidak ada obat), percaya atau tidak? penyakit yang tergolong ringan di
antaranya yang mampu disembuhkan oleh thabib berupa kesurupan, demam, sakit
perut, sedangkan penyakit parah berupa kanker ganas, batu ginjal tetap harus
dengan pertolongan dunia medis modern. Namun anehnya para thabib ini tidak
melakukan operasi melainkan hanya dengan beberapa mantra yang diucapkan.
|
Teks 2
Struktur alur cerita ini jika dibaca sekilas
tampak meloncat-loncat antara menceritakan tokoh Enong dengan segala
permasalahan kehidupannya dan tokoh Aku yang menghadapi permasalahan lain.
Kisah Enong (tanpa kehadiran tokoh Aku) diceritakan pada Mozaik 1, 2, 4, 6,
9, 11, dan 13. Kisah tokoh Aku (tanpa kehadiran Enong) diceritakan pada
Mozaik 3, 5, 7, 8, 10, 12, 14, 17, 18, 19, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29,
31, 34, 39, 40, dan 41). Namun, jika dicermati lebih dalam justru sebaliknya.
Ada hubungan yang erat antara kisah Aku dengan kisah Enong. Kedua tokoh itu
diceritakan dalam satu mozaik (kedua tokoh hadir pada satu mozaik) yaitu pada
mozaik 16, 20, 21, 30, 32, 33, 35, 36, 37, dan 38.
|
- Menganalisis sistematika dan kebahasaan kritik esai
a. Penggunaan
bahasa yang bersifat denotatif. Kata-kata yang digunakan dengan kalimat pendek
sesuai dengan kebutuhan, pemakaian kata seperlunya dan tidak berlebihan.
b. Penggunaan kata kerja
material atau kata kerja yang terkait dengan melakukan kegiatan atau tindakan.
Contoh:
1) Seorang thabib mampu menyembuhkannya dalam kurun waktu
tidak lebih dari sebulan.
2) Namun ada juga para masyarakat Aceh yang memakai jasa
thabib untuk membantu menemukan barang mereka yang hilang.
c.
Kalimat fakta yang mendukung argumen yang
dapat kita kaitkan dari fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Contoh:
Terlepas dari
sihir atau tidak, kepercayaan masyarakat Aceh kepada thabib akan kesembuhan
penyakit yang dideritanya sangat besar pada kepribadian pasien. Terlebih
masyarakat awam, lebih mempercayai pengobatan yang bersifat alamiah dari pada
seorang dokter spesialis sekalipun. --
Komentar
Posting Komentar